10 Januari 2012

Samarinda Kebanjiran!

Ga kerasa sepuluh hari sudah akoe dan Dinar tinggal di Labanan. Jauh dari hingar bingar Samarinda dan segala keruwetan lalu lintas khas perkotaan.
Kabarnya sekarang malah lagi musim banjir di sana, gara-gara si Komo lewat, eh bukan, gara-gara hujan terus beberapa hari ini, kata seorang sumber terpercaya yang akoe ga mau sebutkan namanya di sini. Akoe yang ga mau, bukan orangnya yang ga mau… Ho ho…
Padahal udah enak-enak "banjir" buah eh, giliran dapet banjir air pulak.

Nasib yang tinggal di kota tapi sengsara nian… Kasihan anak-anak yang ga bisa sekolah karena sekolahnya kebanjiran… Yang pergi kerja  jadi terhambat aktifitasnya, gara-gara banyak jalan yang ga bisa diakses juga karena terendam air yang cukup dalam. Ibu-ibu jadi susah mau belanja karena Mas-mas yang jualan sayur ga bisa datang menjangkau rumah para langganan mereka, yang ini sih lumayan deh bisa dijadiin alasan buat yang sebenernya lagi emang males masak, hi hi..

Ada sebagian warga yang mesti deg-degan takut rumahnya jadi kolam "waterpark" dadakan tiap kali hujan turun. Musim hujan begini alamat bakalan sering kerja bakti buat ngebersihin rumah. Kondisi lain lagi dialami buat yang daerah rumahnya ga tersedia rute alternatif kaya rumah Kai di daerah Suryanata.
Kalo rumahnya sih ga mungkin kebanjiran karena ada di daerah bukit, tapi jalan menuju rumah itu yang biasanya ada 2-3 titik yang langganan banjir. Hujan deras dikit aja, bisa dipastikan jadi banjir dan bikin macet. Kalo udah gitu, pilihannya cuma menerjang banjir atau muter lewat Tenggarong sono…

Ga pernah segila itu sih pake muter lewat jalan lama Samarinda-Tenggarong.. Jauh banget, bo! Apalagi semenjak Jembatan Kutai Kartanegara roboh, aksesnya jauh lebih ribet lagi dong…  
So, just forget it lah, ok…

Kalo diingat-ingat, selama akoe tinggal di rumah itu sejak awal tahun 2000-an, sudah  beberapa kali terpaksa melewati banjir yang cukup dalam. “Rekor” tertinggi sekitar 40 cm, untungnya ga pernah ngalami mesin mati pas lagi berjuang melewati banjir. Puas pake motor ‘sayap merah”, pokoknya…  Ehmmm…

Setiap tahun kondisi yang sama terus berulang, bahkan cenderung makin parah. Asal hujan deras langsung banjir. Membuktikan memang ga ada tindakan yang secara nyata bisa mengatasi hal tersebut. Bahkan ada temen FB yang nulis joke satir di statusnya, mengajak warga Samarinda untuk segera mempertimbangkan punya rakit pribadi. Maknanya, tiap kali banjir mobilitas tetap bisa berjalan dengan adanya rakit tersebut. 
Oh, nooooo...

Kalo udah mikirin hal-hal begini, akoe langsung kebayang masa depan Dinar… Semenjak jadi orang tua jadi lebih mikiiirrr aja bawaannya ya, he he… Itu otomatis bro, ya sesuatu yang wajar sih sepertinya. Justru kalo cuek dan cenderung ga perduli itu yang mesti dipertanyakan bagaimana perasaan sayang dan dimana rasa tanggung jawabnya pada orang-orang terdekat. Betullll????

Kepikiran bahwa nanti anakku akan tinggal dengan situasi dan kondisi ga nyaman seperti ini.. dan kalo ga ada tindakan perbaikan yang secara nyata bisa membuat keadaan menjadi lebih baik, 10-20 tahun lagi segalanya akan makin memburuk.. Kasian anak-anak Indonesia yang ga punya pilihan selain menerima  segala ketidaknyamanan yang diwariskan oleh para pendahulu mereka..

Salah satu daerah langganan banjir, kawasan Lembuswana Mall
Sebagai warga negara yang baik dan menyadari tentang pentingnya kebersihan lingkungan akoe sudah berpartisipasi dengan selalu membuang sampah pada tempatnya, sebungkus permen pun akoe ga pernah buang di jalanan. Mengurangi pemakaian barang-barang kebutuhan rumah tangga yang menghasilkan tumpukan sampah juga sudah. Tapi, sepertinya ga cukup semua usaha itu…

Ada masalah lain yang akoe pikir sudah diluar kemampuan diri ini. Maybe, yang namanya struktur pembangunan di Samarinda yang ga ramah lingkungan, mekanisme saluran air yang ga sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan, adanya proyek penambangan batu bara yang lokasinya membuat hutan (dimana ada pohon-pohon yang seharusnya bisa menahan air saat hujan) jadi semakin minim, warga membangun rumah dengan pondasi permanen di kawasan dimana seharusnya air bisa mengalir lancar.
I guess,  itu semua lah yang bikin Samarinda rawan banjir seperti sekarang.

Hufffffftttt…

Kalo analisa akoe ada yang benar, harusnya solusinya bisa cepet dilaksanakan dong ya, kan penyebab sudah diketahui. Tapiiiiii, justru disitulah masalah yang sebenarnya. Pemerintah yang ga tegas dan keukeuh untuk mengajak warga dalam berperan serta aktif bersama bahu-membahu mengatasi masalah banjir.
Susah sih emang kalo mesti nunggu diajak baru bergerak. Harusnya kita sendiri yang aktif melakukan upaya perbaikan, nunggu pemerintah bisa-bisa Samarinda kerendam kaya Thailand.
Buktikan kalo kita mampu melakukan perubahan, supaya para pejabat itu malu bahwa mereka yang digaji tiap bulan untuk mikirin masalah rakyat justru ga bisa ngapa-ngapain. 

Ayo, Indonesia Bisa!

0 komentar:

Our Wedding

Our Adorable Princess